Ku mencoba mencari-cari apa yang berputar didalam kepala ku, tapi hingga kepala ku pusing tujuh keliling aku pun tak menemukannya. kemarin, udara panas menyengat memanggang seisi kosan yang mengadap tegak pada sinar mentari sore yang hanya sejengkal dilindungi dari sinar mentari pagi hingga kulit terasa kabur dari tubuh ketika udara benar-benar menyengat. mungkinkah lapisan ozon disana sudah begitu para berlobang, dibocori oleh tangan-tangan manusia yang menyebar polusi, jangankan didesa terpencil dikota sebahari ini saja sampah terlihat tergeletak dimana-mana, sinar lampu sepertinya tak pernah istirahat hingga warna kehitaman sudah menampakkan pada bola lampu yang sudah hampir pecah.
Udara benar-benar menggila panasnya, sudah menjadi teradisi tubuh ini jika kepanasan mencari es batu untuk sedikit meredah panasnya bumi ini, sambil mencari-cari santap malam kami pun mencari es batu untuk minuman melepas dahaga, sudah tiga warung kami mutar-mutar tetapi tak kunjung menemukan es batu, kemudian dengan nada putus asa seorang teman ku yang ikut bersama ku bertanya pada sebuah warung, pada awalnya sudah kuduga tidak ada karena seisi warung itu hanya terderet buah-buhan saja
"Mang, ado es batu idak?" kawan ku mengetuk papan kayu, kemudian muncullah laki-laki dengan hanya bercelana pendek saja
"ado, nak berapo?"
"berapo sikok?"
"Rp.500"
"beli duo kalu mak itu" aku pun mencoba melirik buah kates yang tergolek ranum dikeranjang
tak lam kemudian setalah mengobrol panjang libar, ngawang-ngidul dengan teman ku yang semua orang mungkin tau tentang kegilaannya terhadap burung-burung bahkan jenis burung apa pun dia bisa menirukan suaranya layaknya burung, dia penyayang binatang. dirumahnya berjejer sarang burung disetiap sudut. kemudian keluarlah, laki-laki yang tadi dengan celana seadanya itu dengan memberikan jeruk nipis dua buah
"es batu mang, bukan jeruk nipis" kawan ku menggelingkan kepala layaknya kipas angin yang berputar, mungkin yang dia pikirkan sejak kapan es batu menjadi jeruk nipis
"oh dek dak katek esnyo, ku kiro jeruk nipis" laki-laki itu kembali masuk pada warungnya
dengan tertawa-tawa hingga perut ini terasa digerogoti tentara cacing, kami tak habis pikir jarak yang hnay dua jengkal saja bisa membuat semuanya berubah dari es batu menjadi dua buah jeruk nipis yang kekuning-kuningan.
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
theproperty-developer
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tri Hardiansyah


Trihardiansyah@rocketmail.com
Cari Artikel
My profil

- Jari Tri
- Indonesia
- Berjalan dalam kehidupan, mencoba mencari dan melukiskan kisah-kisah terindah untuk dapat di ungkapkan.meski tak seindah warna pelangi di penghujung pagi
Teman
Blog Archive
Terjemahkan
Labels
- Cerpen (58)
- Kata-Kata Motivasi (17)
- Cerita masa kecil (16)
Posting terbaru
-
Dengan senangnya lumpur-lumpur itu menyemprot kesekujur celana ku, angin pagi yang menderu-deru merintih masuk kedalam tulang-tul...
-
Laju motor dengan kecepatan yang tak tertandingi jika ada Rossi mungkin karena kecepatan yang ku gunakan melebihi kapasitas, angin menusuk t...
-
Kuang Dalam. Itulah desa ku, desa yang terlihat jauh dan tersembunyi dibalik kerindangan hutan-hutang yang indah nan mempesona ...
-
Ku ingat, saat masih kecil saat aku belum memakai baju dan celana putih merah, saat itu aku terduduk pulas di atas kursi plastik...
-
Sejentak kabut pagi hilang berlahan dari pandangan mata ku, seuntai ranting terhempas terhimpit de dauanan, embun pagi melonca...
-
Mentari masih juga nampak indah melayang bersama awan-awan dilangit yang berkobar, ia masih terlihat cerah mengendos-endos matany...
-
Judul Status Setiap menatap angkasa rasanya langit ikut mendung berkecambuk dalam rasa hati yang gunda, tak satu pikiran pun yan...
-
Penghujung Malam Baru bulan kemarin, bulan yang penuh abu-abu dengan bayangan yang tak jelas, satu-persatu ku tatap reali...
-
Berjalanlah dalam sebuah perjuangan, agar engaku mengerti arti hidup yang sebenarnya
Category List
- Cerita masa kecil (16)
- Cerpen (58)
- Kata-Kata Motivasi (17)
Pasang Iklan
w
e
l
c
o
m
e
t
o
C
a
t
a
t
a
n
T
r
i
H
a
r
d
i
a
n
s
y
a
h