Keributan gersang masih terpancar jelas di permukaan bumi, pepohonan sepertinya rindu curahan air dari langit, warna yang hijau seperti pontang-panting berganti dengan warna karat atau kekuningan, debu-debu asyik berkeliaran mengikuti suara angin yang memanggil, langit cerah di bawa sinar mentari yang dengan teriknya seakan membakar kulit yang terkena sinarnya, kabut jelas terlihat membukus negeri ini, rerumputan mati hengkang tak mendapatkan air.
Dengan laju motor seorang teman lama ku dari prantauan menuju singgasana Ultra yang terselubung dari semak-semak, tak jauh dari lima bulan yang lalu suasana sekolah ku masih seperti sebelum aku menyelesaikan study ku di negeri Ultra, hanya berbeda rerumputan yang terhampar di lapangan yang biasanya hijau dengan sedikit berembun sekarang kering tak sedikit hijau pun terlihat dari kekeringannya ada pula sebuah bangunan yang baru akan berdiri yang sebelumnya ku kiri sebuah masjid karena pembangunan masjid yang di janjikan pihak pembantu sekolah mulai dari aku kelas satu tapi sampai sekarang hanya berdiri sebuah wc yang lumayan untuk membantu anak asrama yang kekurangan air.
Sesampai di istana tempat ku menuntut ilmu ada sebuah perasaan yang menggelut hati ku, berbaris dan berkumpul dengan orang-orang yang hebat yang meluluskan dirinya ke Universitas negeri yang bertetangga dengan sekolah ku, ada rasa malu tetapi perasaan itu ku buang jauh-jauh pikir ku “Aku datang kesini untuk menjalin silaturahmi dan memulai hal yang baru dengan belajar dari orang-orang yang hebat disekeliling ku, lagian aku belum berhenti untuk belajar artinya aku masih punya banyak kesempatan untuk mengalahkan mereka” meski masih terasa galau niat itu ku pasang dalam-dalam ku hirup udara dank u hembuskan perlahan apalagi ketika seorang guru yang sempat menjadi wali kelas ku semasa aku amsih bersekolah, memberikan sebuah kata penyemangat yang terselip diantara kata-katanya
“Kalian luar biasa, teruslah lanjutkan pendidikan negeri semua kah?,”
“Saya tidak bu” dengan senyum sedikit kecewa ku lontarkan perkataan yang berusaha ikhlas
“Ah yang sabar saja, masih banyak yang di luar sana ingin seperti kamu tetapi mereka tak punya kesempatan untuk itu, lagian meski begitu bukanlah jaminan jika engkau Tri belajar dengan rajin insyaallah lah lima belas tahun yang akan datang akan menduduki kursi pemerintahan” dengan bicara dan senyum yang khas yang selalu mengingatkan ku sosok seorang ibu yang selalu mendukung anaknya
“Aamiin ya Allah, semoga harapan mereka engkau jabah ya Allah” piker ku dalam hati
Meski diri ku berusaha tenang dan optimis tetapi rasa iri itu masih ada di dalam hati ku, rasanya sulit menjelaskan sebuah kekalahan dengan ikhlas tetapi aku mencoba iklas. Berakhir kata sambutan dari kepala sekolah dan n acara makan-makan, kami pun melanjutkan perjalanan pulang dia tas motor yang berlaju teman ku berkata
“Untuk apa disebuah tempat yang mewah jika masih ada rasa tertekan”
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer